Untuk menghidupi anak-anaknya, setiap hari Eros berjalan berkeliling kampung menjual kue-kue tradisional. Jalannya masih tegap dan gesit. Warga Desa Tegal Kelapa, Plered, Purwakarta, mengenal Eros sebagai ibu beranak 25. Ini tak lain karena anak Eros berjumlah 25 orang.
Eros dan suaminya, Asep, harus membanting tulang setiap hari demi tetap menegakkan periuk rumah tangga mereka. Asep sendiri hanya pengayuh becak. Karena jumlah anaknya banyak, rumah Eros selalu meriah seperti panti penitipan anak.
Lia, Sita, Hani, Lina, Shinta, Sari dan masih banyak lagi yang tinggal di sini. Mereka semua anak-anak Eros. Melihat perawakannya seolah umur mereka hampir sama. Jeda umur anak yang satu dengan yang lain hanya dua tahun.
Sedikit makan pun tidak apa-apa asal semua bisa dibagi rata. Itulah yang terjadi di rumah Eros. Memasak adalah pekerjaan anak kelimanya. Sedangkan anak-anak yang agak besar tugasnya menolong sang ibu untuk menjaga adik-adiknya. Sementara anak laki-laki pekerjannya menyapu dan menjaga rumah.
Anak pertama dan kedua kini telah menikah. Yang paling bungsu adalah Titin. Umurnya baru dua tahun. Kemeriahan seperti inilah yang selalu terjadi di rumah ibu Eros. Pahit getirnya hidup tetap ia jalani. Eros menyatakan anak-anak adalah titipan Tuhan.
Kendati demikian, kehidupannya yang sulit tak membuatnya menyerah untuk mencukupi kebutuhan anak anaknya. Bayangkan, Mak Eros menanggung sendiri beban hidup ke-25 anak anaknya dengan berjualan makanan rakyat berkeliling kampung selama puluhan tahun. Sehingga, lumrah bila tetangganya menganugrahi predikat Wanita Perkasa .
Diakuinya, ia tak merasa berat dan menjadikannya beban saat dikarunia banyak anak oleh Allah SWT. Justru, Mak Eros lebih bersyukur karena limpahan karunia berupa banyak anak. Anak merupakan amanah dan titipan dari Allah SWT. Justru anak ini harta yang sangat berharga, ujarnya.
Diungkapkan, ia yang dinikahi Asep, saat berusia 15 tahun. Sejak itulah, kenang dia, satu persatu anaknya terlahir dari janin perutnya melalui proses persalinan lewat tenaga paraji (dukun kampung). Alhamdulillah selama persalinan melalui paraji berjalan lancar dan selamat, aku dia.
Mak Eros mengaku sempat ditawarinya menjadi peserta KB, karena dinilai tetangganya kerap melahirkan anak. Bahkan sempat dijuluki para tetangganya Tunji (Setahun Hiji), karena melahirkan satu tahun satu bayi.
Saya sempat di KB tetapi tak cocok. Tubuh ini jadi sering sakit sakitan sehingga membuat anak anak terlantar karena tak dapat diasuh. Sejak itu saya memutuskan untuk tidak lagi memakai alat kontrasepsi KB, ungkapnya.
Selepas dicabut KB, sambung dia, proses kelahiran anak anaknya semakin tak terbentung. Bahkan, setahun ia bisa melahirkan dua anak bayinya yang berselang satu bulan kemudian hamil lagi, hingga memiliki anak sebanyak 25 tahun. Dari 25 anak, yang tersisa tinggal 18 anak sebagian lagi sudah meninggal dunia. Kini 9 anak masih berusia balita. Sebagiannya lagi sudah berumah tangga, katanya.
Kini Mak Eros mengaku sangat menikmati dan berbahagia mengurusi belasan anak anaknya. Meski penghasilannya minim sekira Rp 10 rebu/hari, upah penjualan makanan rakyat seperti kolak pisang dan agar agar berkeliling kampung, namun tak membuatnya berkecil hati mengarungi kehidupan bersama anak anaknya. Semoga kelak anak anak saya berguna bagi bangsa dan negara ini. Tentunya terutama buat keluarga saya, pungkasnya.
No comments:
Post a Comment